Agar ketika hatimu berkecamuk
Kau dapat menyepi kesana mencari tentram
Ingin kutangkap dan kukotakkan sepuluh kupu2
Agar kala sedih tiba
Kau dapat membuka kotak itu untuk
memberimu riang.
Ingin kugapai dan kuberi kau
seratus pelangi,
Agar di tengah badai mengamuk
Aku dapat bersamamu mengusir sedih
Ingin kupetik dan kuberi
kau seribu mawar
Agar kala kemarau datang menyengat
Aku dapat bersamamu menebar senyum
Hatiku ruah dengan semangat
membumbung
Untuk menyentuh hatimu
Dan membuatnya girang
Dengan sejuta angan-angan
Aku berikan diriku
Agar kau dapat mengejar mimpi riang
Aku sadar sahabat,
diriku terbatas,
Aku sedang belajar
Menggapai pelangi,
Menanam mawar,
Mengejar kupu2
Membangun gunung
Tapi, sementara aku belajar
melakukan semua itu,
Mari kau pegang tanganku
erat
Sandarkanlah dirimu di bahuku
Karena aku sahabatmu.
aku dan sejadah usang itu
menatap hiba memohon restu
mengharap pasrah sebuah
keampunan
menagih sendu sekuntum cinta
dari Al-Kholiq, lewat dingin
subuh
Cinta itu........bermusimkah?
aku dan kanvas putih itu
tiba-tiba terheret bersama
mengejar ilmu
bergelumang debu-debu
pasiran ilmu di dada bidang
kota Kaherah
sedangkan sejadah tua itu
tergantung lesu di paku
kenangan semalam
Cinta itu...........bermusimkah?
aku dan pesta islami
tanpa noktah terakhir
penuh padu lambang kesatuan jitu
di bawah panji-panji Islam
sedangkan lorekan di
dada kanvas
bagaikan akan hilang dimamah
kealpaan
sedangkan sejadah tua itu
sedangkan kanvas putih itu
sedangkan cinta itu
pasti hadir lagi
bersama musimnya
wajarkah?
wajarkah cinta
itu bermusim?
Wallahua`lam.
Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini
hanya titipan,
bahwa smua hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya
titipan Nya,
bahwa hartaku hanya
titipan Nya,
bahwa kluargaku hanya
titipan Nya,
tetapi,
mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku, apa
yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas
sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat,
ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja
untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan
yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak kemewahan,
lebih banyak kekayaan,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan,
Seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih Nya
harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan
Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,
dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku",
dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan,
hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...
"ketika langit dan bumi bersatu,
bencana dan keberuntungan sama saja"
KEPERGIAN MU
Air matamu mengiris hatiku halus
kuusapkan telapak tanganku
ke wajahmu yang pucat
terlihat ketakutan kehilangan akan nafasmu
nafasmu yang mengalir dalam nafasku
Kubelai rambutmu dengan
kelembutan angin malam
terasa getaran menyatu diujung jari-jari
tak kuasa menahan gejolak kasih
limpahan nuansa kejora
malam yang tak bertepi
Tak akan kutinggalkan
hatimu yang manangis pilu
telah terpatri janji pada
kedalaman nurani
akan ikut menyatu
kegalauan kasih dalam derita
meski kekuatan malam hendak meragas
ooi cuy ternyata lo romantis nih org nya....
BalasHapushebat....nih....bisa bikin puisi cuy